Penerapan
Undang-Undang tentang Otonomi Daerah menuntut good government dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang harus mengedepankan akuntanbilitas dan
transparansi Jufri (2012). Akan
tetapi dalam penelitiannya Novietta, (2010) , Komitmen Organisasi juga menjadi moderasi dalam
peneliannya. Sehubungan dengan hal tersebut maka peran dari
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut Dewan) menjadi
semakin strategis dalam pencapaian tujuan pembangunan daerah-dengan cara
mengawasi penggunaan keuangan daerah (APBD).
Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan
dalam era reformasi dengan dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998
tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah: Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan
Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah Dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pemerintah pusat juga
telah menerbitkan berbagai peraturan perundang-undangan baik berupa
UndangUndang (UU) maupun Peraturan Pemerintah (PP). Pelaksanaan Otonomi Daerah
tersebut diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999
tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang No.33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah,
merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan dengan pemerintah pusat dalam
upaya meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan
pelayanan masyarakat serta telah membuka jalan bagi pelaksanaan reformasi
sektor publik di Indonesia.
Dalam
Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah pada prinsipnya,
mengatur penyelenggaraan pemerintah Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan
asas desentralisasi. Dengan adanya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 terjadi
perubahan yang signifikan mengenai hubungan legislatif dan eksekutif di daerah
karena kedua lembaga tersebut memiliki kekuatan yang sama dan bersifat sejajar
menjadi mitra. Dalam pasal 14 ayat (1) dinyatakan bahwa di daerah dibentuk
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai Badan Legislatif Daerah dan
Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah.
Berdasarkan Undang-undang No. 27 Tahun 2009 tentang
MPR, DPR, DPD dan DPRD menjelaskan Tugas dan Wewenang DPRD 1) membentuk peraturan daerah kabupaten bersama Kepala
Daerah; 2)
membahas dan memberikan persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai
anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten yang diajukan oleh Kepala
Daerah; 3)
melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran
pendapatan dan belanja daerah kabupaten; 4) mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah
dan/atau wakil Kepala Daerah kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur untuk
mendapatkan pengesahan pengangkatan dan/atau pemberhentian; 5) memilih wakil Kepala Daerah dalam hal terjadi kekosongan
jabatan wakil Kepala Daerah; (catatan bagian hukum) 6) memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah
daerah kabupaten terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; 7) memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama
internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten; 8) meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala
Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten; 9) memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama dengan
daerah lain atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah; 10) mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 11) melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebagai
Lembaga Legislatif (DPR/DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu: 1) Fungsi legislasi
(fungsi membuat peraturan perundang-undangan), 2) Fungsi anggaran (fungsi untuk
menyusun anggaran) dan 3) Fungsi pengawasan (fungsi untuk mengawasi kinerja
eksekutif). Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 Tentang
Pengelolahan dan Pertanggungjawaban Anggaran menjelaskan bahwa: 1) Pengawasan
atas anggaran dilakukan oleh dewan, 2) Anggota dewan berwenang memerintahkan
pemeriksa eksternal di daerah untuk melakukan pemeriksaan terhadap pengelolahan
anggaran, Rahman (2010).
Implikasi
positif dari berlakunya Undang-Undang tentang Otonomi Daerah yang berkaitan
dengan kedudukan, fungsi dan hak-hak DPRD, diharapkan DPRD yang selanjutnya
disebut dewan akan lebih aktif di dalam menangkap aspirasi yang berkembang di
masyarakat, yang kemudian mengadopsinya dalam berbagai bentuk kebijakan publik
di daerah bersama-sama Kepala Daerah (Bupati dan Walikota) demi tercapainya good government dengan cara
memperhatikan tugas sebagai pengawasan anggaran yakni dengan memperhatikan
Akuntabilitas, Tranparansi Kebijakan Publik serta Komitmen oraganisasi sebagai
anggota dewan.
Untuk
mendukung akuntanbilitas, transparansi dan komitmen organisasi diperlukan internal control dan eksternal control yang baik serta dapat
dipertanggungjawabkan. Sehubungan dengan hal tersebut maka peran dari dewan
menjadi semakin meningkat dalam mengontrol kebijaksanaan pemerintah. Menurut
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 Tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Anggaran menjelaskan bahwa: (1) Pengawasan atas anggaran
dilakukan oleh dewan, (2) Dewan berwenang memerintahkan pemeriksa eksternal di
daerah untuk melakukan pemerikasaan terhadap pengelolaan anggaran.
Realitasnya,
peranan dewan ketika menyusun anggaran dimasa orde baru sangat kecil bahkan
tidak ada, apalagi peran masyarakat. Dewan terkesan hanya memberikan pengesahan
atas Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Derah (RAPBD) yang diajukan
eksekutif dan praktis tidak diberi wewenang untuk mengubahnya (fungsi
legislasi). Dengan adanya UU No. 22/1999 sebagai dampak positif dari reformasi,
telah terjadi perubahan signifikan mengenai hubungan legislaif dan eksekutif di
daerah, karena kedua lembaga tersebut sama-sama memiliki power. Dewan tidak hanya diberi kekuasaan untuk bersama-sama dengan
eksekutif menyusun anggaran (fungsi budgeting),
eksekutif juga bertanggungjawab terhadap DPRD (fungsi controling) (Rahman, 2009).
Di
samping itu, diterapkannya Undang-Undang Otonomi Daerah juga diikuti dengan
pelimpahan wewenang dari pusat dan daerah yang diikuti pula pelimpahan dana.
Pelimpahan dana ini dibarengi dengan dilaksanakannya reformasi penganggaran dan
reformasi sistem akuntansi keuangan daerah (Rahman, 2009). Reformasi
penganggaran yang terjadi adalah munculnya paradigma baru dalam penyusunan
anggaran yang mengedepankan prinsip komitmen organisasi, akuntabilitas, dan
transparansi anggaran. Disamping itu, anggaran harus dikelola dengan pendekatan
kinerja (performance oriented),
prinsip efisien dan efektif (Value For
Money), keadilan dan kesejahteraan dan sesuai dengan disiplin anggaran
(Mardiasmo, 2003).
Pada
kenyataannya tugas dari pemerintah daerah otonom, dimana peran dari pemerintah
pusat lebih sedikit menjadi peran pemerintah daerah lebih banyak. Dalam segi
tanggung jawab, pemerintah harus menerapkan sistem dan pelaksanaan pengawasan yang
efektif, efisien agar mampu mendeteksi adanya kesalahan, kebocoran dan
kegagalan yang dapat menimbulkan kerugian pada anggaran pemerintah daerah maupun
pemerintah pusat.
Pengetahuan
dewan tentang anggaran dianggap memadai dan mampu dalam pengawasan APBD apabila
dewan mampu mendeteksi adanya pemborosan dalam penyusunan anggaran, kebocoran
anggaran dan mampu menyikapi agar anggaran yang telah disusun dapat berjalan
secara efektif dan efisien. Selain itu dewan juga mampu melaporkan anggarannya
secara akuntabel atau transparan dalam tugas yang diembannya.
Penelitian
yang dilakukan oleh Andriani (2002), bahwa pengetahuan anggaran berpengaruh
secara signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh
Dewan, Beberapa penelitian yang menguji hubungan antara kualitas anggota Dewan
dengan kinerjanya diantaranya dilakukan oleh Indradi dan Syamsiar, (2001).
Menurut
Widyaningsih dan Prayoga (2010), berdasarkan penelitiannya akuntabilitas tidak
memperkuat pengaruh pengetahuan anggota legislative daerah tentang anggaran
terhadap pengawasan anggaran pendapatan dan belanja daerah, akan tetapi hasil
penelitian Nimas (2007), mempengaruhi sebagai
moderasi dalam pengetahuan dewan terhadap pengawasan anggaran.
Berdasarkan
penelitian Pramita dan Andriyani (2010), transparansi kebijakan
publik berpengaruh terhadap pengawasan anggaran dan ini bertentangan dengan
penelitian dari Prayoga (2013), dia mengatakan tidak memoderasi atau pengaruh
antara pengetahuan dewan dengan pengawasan anggaran.
Dari
penelitian Novietta, (2010) komitmen organisasi sangat signifikan terhadap
pengetahuan dewan terhadap pengawasan
anggaran dan ini bertolak belakang dengan penelitian Pramita dan
Andriyani,(2010) yang mengatakan bahwa tidak memiliki pengaruh terhadap
pengetahuan dewan dengan pengawasan anggaran.
Berdasarkan
uraian uraian diatas yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu maka
peneliti tertarik untuk menjadikan acuan dalam penelitian yang akan dilakukan
di daerah yang berbeda dengan variabel yang berbeda dan teknik analisis data
yang berbeda.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
penjelasan dalam latar belakang yang disampaikan dalam penjelasan diatas untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh pengetahuan dewan serta faktor-faktor lain
seperti transparansi, akuntabilitas, dan komitmen organisasi maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah pengetahuan dewan berpengaruh positif terhadap pengawasan pada keuangan daerah (APBD)?
2. Apakah
Akuntabilitas akan
berpengaruh positif terhadap hubungan pengetahuan
dewan dengan
pengawasan pada keuangan daerah (APBD)?
3. Apakah
Transparansi Kebijakan Publik akan berpengaruh
positif terhadap hubungan pengetahuan dewan dengan pengawasan pada keuangan daerah (APBD)?
4. Apakah
Komitmen Organisasi akan berpengaruh positif terhadap pengetahuan dewan dengan pengawasan pada keuangan daerah (APBD)?
1.3
Tujuan
dan manfaat penelitian
1.3.1. Tujuan
penelitian :
Berdasarkan
perumusan masalah diatas, maka penelitian ini ditujukan kepada:
1.
Mengetahui secara empiris
pengaruh antara pengetahuan dewan terhadap pengawasan keuangan daerah (APBD).
2.
Mengetahui secara
empiris pengaruh antara akuntanbilitas terhadap pengetahuan dewan dengan pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD).
3.
Mengetahui secara
empiris pengaruh antara tranparansi kebijakan
publik terhadap
pengetahuan dewan dengan pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD).
4.
Mengetahui secara
empiris pengaruh antara Komitmen Organisasi terhadap pengetahuan dewan dengan pengawasan dewan pada keuangan daerah (APBD).
1.3.2. Manfaat penelitian :
Manfaat
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagi Para Anggota DPRD
Sebagai bahan evaluasi kinerja yang dapat
mengukur sampai sejauh mana tingkat pengawasan keuangan yang dilakukan oleh
anggota dewan guna mencapai pemerintah yang baik (Good Government), sehingga DPRD menjadi bagian yang paling terdepan
dalam hal pengawasan keuangan daerah.
2.
Bagi Para Akademisi
Dapat sebagai bahan tambahan dalam hal
literatur pembelajaran mata kuliah Akuntansi Sektor Publik dan Akuntansi Pemerintahan yang dapat berguna
mengajarkan sistem yang digunakan dalam hal pengawsan dan dapat digunakan
sebagai salah satu pedoman dalam pengembangan penelitian berikutnya.
3.
Bagi Pemerintah Daerah
Dapat
dijadikan sebagai salah satu cara untuk mencapai pemerintahan yang menuju Good Government guna dapat menjalankan
pemerintahan yang bersih serta sebagai salah satu cara untuk pencapaian otonomi
daerah yang optimal dalam hal perkembangan pengawasan keuangan daerah.
Lihat Selengkapnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar